INDUK SPT (SPT 1771)

TAHUN PAJAK

Isilah kotak yang tersedia dengan angka tahun buku dan periode tahun buku perusahaan. Contoh : Tahun Pajak 2014

jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPT, maka isilah kotak SPT Pembetulan dengan tanda silang (X) dan isilah titik-titik dengan angka banyaknya melakukan pembetulan. Namun jika Wajib Pajak menyampaikan SPT normal maka kotak SPT Pembetulan dan titik-titik tersebut tidak perlu diisi.

BAGIAN IDENTITAS

NPWP : Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum dalam Kartu NPWP

NAMA WAJIB PAJAK : Diisi sesuai dengan nama yang tercantum dalam Kartu

NPWP JENIS USAHA : Diisi sesuai dengan jenis kegiatan usaha yang dilakukan. Apabila jenis kegiatan usaha lebih dari satu, maka yang dipilih adalah jenis kegiatan usaha yang utama/inti.

KLASIFIKASI : diisi sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP233/PJ/2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012.

NO. TELEPON : Diisi dengan nomor telepon Wajib Pajak NO. FAKS. : Diisi dengan nomor faksimili Wajib Pajak

PERIODE PEMBUKUAN : Diisi sesuai dengan periode pembukuan Wajib Pajak. Misalnya:
Periode Pembukuan Januari - Desember: 0 1 1 4 s/d 1 2 1 4
Periode Pembukuan April - Maret: 0 4 1 4 s/d 0 3 1 5

NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (KHUSUS BUT) : Diisi sesuai dengan nama negara domisili fiskal kantor pusat BUT di luar negeri sesuai ketentuan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku, atau dalam hal belum ada P3B, berdasarkan ketentuan Undang- undang Perpajakan Indonesia

BAGIAN PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN

PEMBUKUAN/LAPORAN KEUANGAN : Dalam hal menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang Dollar Amerika Serikat, sebutkan Nomor dan Tanggal Surat Persetujuan Direktur Jenderal Pajak, serta tahun dimulainya. Nyatakan apakah pembukuan/laporan keuangan untuk tahun buku ini “Diaudit” atau “Tidak Diaudit” oleh Akuntan Publik, dengan mengisi kotak yang sesuai dengan tanda (X). Jika diaudit, isilah Opini Akuntan dalam kotak yang tersedia dengan kode opini akuntan sebagai berikut:

Kode Opini Akuntan

  1. 1 : Wajar Tanpa Pengecualian 
  2. 2 : Wajar Dengan Pengecualian
  3. 3 : Tidak Wajar
  4. 4 : Tidak Ada Opini
  5.  

NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK : Diisi dengan nama Kantor Akuntan atau nama Konsultan yang menandatangani laporan audit.

NPWP KANTOR AKUNTAN PUBLIK : Diisi dengan NPWP Kantor Akuntan Publik apabila laporan keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik.

NAMA AKUNTAN PUBLIK : Diisi dengan Nama Akuntan Publik yang menandatangani laporan audit.

NPWP AKUNTAN PUBLIK : Diisi dengan NPWP Akuntan Publik apabila laporan keuangan perusahaan diaudit oleh Akuntan Publik.

NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK : Diisi dengan nama Kantor Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus.

NPWP KANTOR KONSULTAN PAJAK : Diisi dengan NPWP Kantor Konsultan Pajak apabila dalam rangka melaksanakan kewajiban dan hak perpajakannya Wajib Pajak menggunakan jasa Konsultan Pajak.

NAMA KONSULTAN PAJAK : Diisi dengan nama Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus.

NPWP KONSULTAN PAJAK : Diisi dengan NPWP Konsultan Pajak sesuai surat kuasa khusus.

Huruf A. PENGHASILAN KENA PAJAK

Angka 1 - PENGHASILAN NETO FISKAL : Diisi dengan jumlah penghasilan neto fiskal dari formulir 1771-I Nomor 8 Kolom (3)

Angka 2 - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL : Kompensasi kerugian fiskal dari Tahun Pajak-Tahun Pajak yang lalu berdasarkan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang PPh atau karena memperoleh fasilitas penanaman modal berupa kompensasi kerugian fiskal yang lebih lama. Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom “Tahun Pajak Ini‟ (lampiran khusus 2A/2B).

  • - Diisi dengan jumlah kompensasi kerugian kolom “Tahun Pajak Ini‟ dari Lampiran Khusus 2A/2B Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal. 
  • - Diisi dengan nilai “0” (nol), apabila angka 1 menyatakan kerugian (negatif). (Lihat contoh pengisian Formulir Lampiran Khusus 2A/2B)


Angka 3 - PENGHASILAN KENA PAJAK : Diisi dengan hasil perhitungan angka 1 dikurangi dengan angka 2

Huruf B. PAJAK PENGHASILAN TERUTANG

Angka 4 - PPh TERUTANG

Pilihlah salah satu tarif penghitungan PPh terutang sesuai dengan kondisi Wajib Pajak dengan cara memberikan tanda silang (X) pada kotak yang tersedia.

a. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b Berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang PPh tarif yang diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap, yaitu sebesar 28%. Namun demikian berdasarkan Pasal 17 ayat (2a) Undang-Undang PPh tarif tersebut sejak Tahun Pajak 2010 menjadi 25 %. 
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Penghasilan Kena Pajak.
Contoh:

  • - Jumlah peredaran bruto dalam Tahun Pajak 2010 Rp 54.000.000.000,00 
  • - Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 4.000.000.000,00
  • - PPh yang terutang = 25 % x Rp 4.000.000.000,00 = Rp 1.000.000.000,00
  • Jika Wajib Pajak badan dalam negeri mempunyai peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), maka penghitungan PPh terutangnya menggunakan tarif PPh Pasal 31E (lihat huruf c di bawah).
  •  

b. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b) Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Penghasilan Kena Pajak.
Contoh:

  • - Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam Tahun Pajak 2010 Rp 1.250.000.000,00 
  • - PPh yang terutang = (25% - 5%) x Rp1.250.000.000,00 = Rp 250.000.000,00.
  • Lihat : Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2007 tentang Penurunan Tarif PPh bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan Terbuka sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2013.
  •  

c. Tarif PPh Pasal 31E Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang 15 dikenai atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1) Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: PPh terutang = 50% X 25% X seluruh Penghasilan Kena Pajak

2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp50.000.000.000,00, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:  

* Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu:  

* Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak - Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas. 

Contoh 1):

Peredaran bruto PT Y dalam Tahun Pajak 2010 sebesar Rp 4.500.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 (Wajib Pajak Badan yang tidak memenuhi persyaratan sebagai subjek PP No. 46 Tahun 2013).
Penghitungan pajak yang terutang yaitu seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif PPh badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
PPh yang terutang = 50% x 25% x Rp 500.000.000,00- = Rp 62.500.000,00

Contoh 2):

Peredaran bruto PT X dalam Tahun Pajak 2010 sebesar Rp 30.000.000.000,00 dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00. Penghitungan PPh yang terutang:

  • Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
    = (Rp 4.800.000.000,00 : Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00 = Rp 480.000.000,00 
  • Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
    = Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00 
  • PPh yang terutang
    = (50%x 25% x Rp480.000.000,00) + (25% x Rp2.520.000.000,00)
    = Rp 60.000.000,00 + Rp 630.000.000,00
    = Rp 690.000.000,00

  • Catatan: Untuk keperluan penerapan tarif pajak, jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
  •  

Angka 5 - PENGEMBALIAN/PENGURANGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI (PPh Ps. 24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU

Dalam hal memperoleh pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang terutang/dibayar di luar negeri (PPh Pasal 24), yang sebelumnya telah diperhitungkan sebagai kredit PPh yang terutang pada Tahun Pajak yang lalu, diisi sebesar jumlah pengurangan atau pengembalian pajak tersebut.

Lihat: Pasal 24 Undang-Undang PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri. 


Angka 6 - JUMLAH PPh TERUTANG

Diisi dengan hasil perhitungan angka 4 ditambah dengan angka 5.

Huruf C. KREDIT PAJAK

Angka 7 - PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan Luar Negeri) Dalam hal memperoleh fasilitas PPh Ditanggung Pemerintah atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Kontraktor, Konsultan, dan Pemasok (supplier) Utama dari pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek-proyek Pemerintah yang dibiayai dengan dana hibah dan/atau dana pinjaman luar negeri, diisi sebesar jumlah PPh yang tidak bersifat final yang dihitung dengan formula sebagai berikut:

Lihat :

  • * Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1995 tentang Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Hibah Atau Dana Pinjaman Luar Negeri sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2001; 
  • * Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan;
  • * Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009;
  • * Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 tentang Tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan Dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 153/PMK.03/2009. 

Angka 8Kredit Pajak Dalam Negeri & Kredit Pajak Luar Negeri

Huruf a : Diisi dengan jumlah kredit pajak dalam negeri dari formulir 1771-III kolom (6)/ formulir 1771-III/$ kolom (6) dan kolom (7).

Huruf b : Diisi dengan jumlah kredit pajak luar negeri sesuai dengan perhitungan kredit pajak luar negeri pada Lampiran Khusus 7A/7B.

Huruf c : Cukup jelas.

Angka 9PPh yang harus Dibayar Sendiri / PPh yang lebih Dipotong/Dipungut

Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 6 dengan jumlah pada angka 7 dan angka 8c.

Angka 10PPh yang Dibayar Sendiri

Huruf a : diisi dengan jumlah PPh Pasal 25 yang dibayar sendiri

Huruf b : diisi dengan Pokok Pajak pada Surat Tagihan Pajak PPh Pasal 25

Huruf c : cukup jelas. 

Huruf D. PPh KURANG/LEBIH BAYAR

Angka 11 – PPh yang kurang Dibayar / PPh yang lebih Dibayar
Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan hasil pengurangan jumlah pada angka 9 dengan jumlah pada angka 10e. 

Angka 12
Diisi sesuai tanggal penyetoran PPh Pasal 29. 

Angka 13
Berikan tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia sesuai dengan permohonan yang dimaksud.

  • * Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C Undang-Undang KUP dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kriteria tertentu. 
    Tata cara penetapan Wajib Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
    Wajib Pajak dengan kriteria tertentu/Wajib Pajak Patuh adalah Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 
  • a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; 
  • b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
  • c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut- turut; dan
  • d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. 
  • (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak) 

  • * Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D Undang-Undang KUP dilakukan oleh Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, dan jumlah lebih bayar yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak diatur dengan atau 17 berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 
    Wajib Pajak badan yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Wajib Pajak badan yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
    Pengusaha Kena Pajak yang dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak adalah Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
    (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu)
Huruf E. ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN BERJALAN

Penghitungan besarnya angsuran bulanan PPh Pasal 25 tahun berjalan untuk semua Wajib Pajak, atas penghasilan yang dikenai PPh yang tidak bersifat final.

Angka 14

Huruf a - Penghasilan yang menjadi dasar penghitungan angsuran, bagi:

  • - Wajib Pajak pada umumnya, adalah berdasarkan penghasilan teratur menurut SPT Tahunan Tahun Pajak yang lalu; 
  • - Wajib Pajak bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk Tahun Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas)
  • - Wajib Pajak BUMN dan BUMD, adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) Tahun Pajak bersangkutan yang telah disahkan RUPS dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta PPh Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri Tahun Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir Tahun Pajak sebelumnya.
  • - Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, adalah sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeriuntuk Tahun Pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas). 
    ​Lihat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Dalam Tahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu stdd Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009.

Huruf b - KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL

Diisi dari Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal, jumlah kolom (9) “Tahun Berjalan” (lampiran khusus 2A/2B).

Huruf c - PENGHASILAN KENA PAJAK

Diisi dengan hasil perhitungan angka 14a dikurangi dengan angka 14b.

Huruf d - PPh YANG TERUTANG

Diisi dengan Penghasilan Kena Pajak (angka 14c) dikali dengan Tarif PPh dari Bagian B Nomor 4

Huruf e - KREDIT PAJAK TAHUN PAJAK YANG LALU ATAS PENGHASILAN YANG TERMASUK DALAM ANGKA 14a YANG DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN

Diisi dengan jumlah kredit pajak Tahun Pajak yang lalu atas penghasilan yang termasuk dalam angka 14a yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24).

Huruf f - PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI

Diisi dengan hasil perhitungan angka 14d dikurangi dengan angka 14e.

Huruf g - PPh PASAL 25

Angsuran PPh Pasal 25, bagi:

  • - Wajib Pajak pada umumnya, berlaku mulai bulan keempat tahun berjalan; 
  • - Wajib Pajak BUMN dan BUMD, berlaku sejak bulan pertama tahun berjalan; 18
  • - Wajib Pajak bank dan perusahaan pembiayaan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease), berlaku untuk tiga bulan pertama tahun berjalan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap tiga bulan dengan cara yang sama.
  • - Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, berlaku untuk bulan-bulan sebelum laporan keuangan berkala disampaikan, dan selanjutnya dihitung kembali setiap periode pelaporan laporan keuangan dengan cara yang sama.
Huruf F : PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Angka 15

Huruf a - PPh FINAL

Diisi dengan jumlah PPh terutang atas penghasilan yang dikenai PPh Final dari formulir 1771-IV dan 1771-IV/$ Jumlah Bagian A (JBA) kolom (5).

Huruf b - PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK

Diisi dengan jumlah penghasilan bruto yang tidak termasuk objek pajak dari formulir 1771-IV dan 1771-IV/$ Jumlah Bagian B (JBB) kolom (3).

Huruf G : PERNYATAAN TRANSAKSI DALAM HUBUNGAN ISTIMEWA

Angka 16

Beri tanda (X) dalam salah satu kotak yang tersedia yaitu pada angka 16 huruf a atau huruf b. Wajib Pajak wajib mengisi, menandatangani dan melampirkan Lampiran Khusus 3A, 3A-1 dan 3A-2, atau 3B, 3B-1 dan 3B-2 jika terdapat transaksi dalam hubungan istimewa dan/atau transaksi dengan pihak yang merupakan penduduk negara tax haven country.
Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain yang disebabkan karena:

  • a. kepemilikan atau penyertaan modal Hubungan istimewa dianggap ada apabila terdapat hubungan kepemilikan yang berupa penyertaan modal sebesar 25% (dua puluh lima persen) atau lebih secara langsung ataupun tidak langsung. 
  • b. adanya penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi. Hubungan istimewa di antara Wajib Pajak dapat juga terjadi karena penguasaan melalui manajemen atau penggunaan teknologi, walaupun tidak terdapat hubungan kepemilikan. Hubungan istimewa dianggap ada apabila satu atau lebih perusahaan berada di bawah penguasaan yang sama. Demikian juga hubungan di antara beberapa perusahaan yang berada dalam penguasaan yang sama tersebut. 

Kriteria tax heaven country yaitu:

  • a. Negara yang mengenakan tarif pajak rendah atau negara yang tidak mengenakan PPh; atau 
  • b. Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi.
  •      - Negara yang mengenakan tarif rendah adalah negara yang mengenakan tarif pajak atas penghasilan lebih rendah 50% dari tarif badan di Indonesia. (untuk tahun 2009 lebih rendah dari 14% dan untuk tahun 2010 lebih rendah dari 12,5%)
  •      - Negara yang menerapkan kebijakan kerahasiaan bank dan tidak melakukan pertukaran informasi adalah negara atau jurisdiksi yang berdasarkan perundang-undangannya melarang pemberian informasi nasabahnya, termasuk untuk keperluan informasi yang berkaitan dengan perpajakan. 

Ketentuan mengenai tax heaven country lebih lanjut akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Huruf H. LAMPIRAN

a - Surat Setoran Pajak lembar ke-3 PPh Pasal 29

Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak, kecuali apabila tidak ada setoran akhir (nihil). Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran dengan media e–payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke-3. 

b – Laporan Keuangan

Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak. Dalam hal pembukuan/laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik, maka lampirkan laporan keuangan yang telah diaudit. Bagi Wajib Pajak yang mempunyai anak perusahaan di Indonesia atau di luar negeri, dan/atau mempunyai cabang usaha di luar negeri baik melalui bentuk usaha tetap (BUT) ataupun bukan BUT, wajib melampirkan Laporan Keuangan Konsolidasi dan Laporan Keuangan Wajib Pajak tersebut secara tersendiri;

c - Transkrip Kutipan Elemen-Elemen dari Laporan Keuangan

Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai dengan bentuk formulir Lampiran Khusus 8A1 / 8A-2 / 8A-3 / 8A-4 / 8A-5 / 8A-6 / 8A-7 / 8A-8 / 8B-1 / 8B-2 / 8B-3 / 8B-4 / 81B-5 / 8B-6 / 8B-7 19 / 8B-8.

d - Daftar Penyusutan dan Amortisasi Fiskal

Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 1A/1B, kecuali apabila Wajib Pajak tidak memiliki dan mempergunakan harta berwujud dan/atau harta tak berwujud/pengeluaran lainnya sebagai aktiva tetap yang pembebanannya harus dilakukan melalui penyusutan/amortisasi.

e - Perhitungan Kompensasi Kerugian Fiskal

Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai hak kompensasi kerugian fiskal dari Tahun Pajak-Tahun Pajak yang lalu, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 2A/2B.

f - Daftar Fasilitas Penanaman Modal

Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang memperoleh fasilitas penanaman modal, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 4A/4B.

g - Daftar Cabang Utama Perusahaan

Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai kantor-kantor cabang atau tempat-tempat usaha utama di berbagai lokasi, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 5A/5B.

h - Surat Setoran Pajak lembar ke 3 PPh Pasal 26 Ayat (4)

Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (selain perusahaan pelayaran/penerbangan asing dan perwakilan dagang asing), kecuali apabila pajak tidak terutang. Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembayaran dengan media e–payment melalui bank-bank persepsi tertentu yang telah ditunjuk oleh DJP, lampirkan bukti pembayaran pajak yang sah sebagai pengganti SSP lembar ke3.

i - Perhitungan PPh Pasal 26 Ayat (4)

Wajib dilampirkan oleh semua Wajib Pajak BUT (meskipun pajak tidak terutang), sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 6A/6B.

j - Kredit Pajak Luar Negeri

Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mempunyai penghasilan dari luar negeri dan telah dikenai pajak oleh pihak luar negeri, sesuai bentuk formulir Lampiran Khusus 7A/7B.

k - Surat Kuasa Khusus

Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang pengisian SPT Tahunan-nya dikuasakan kepada pihak lain yang berkompeten.

l - Rincian Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Final PP 46/2013 Per Masa Pajak dari Masing Masing Tempat Usaha

Wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang menerima penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu yang dikenai PPh Final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 sesuai dengan format pada halaman 10 (Lampiran – IV, Formulir 1771 – IV dan Formulir – IV / $)

m - Lampiran-lampiran Lainnya 

  • - Daftar piutang yang tidak dapat ditagih, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang melakukan penghapusan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. 
  • - Daftar debitur yang kreditnya digolongkan kurang lancar, diragukan, dan macet, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak Bank yang melaporkan penghasilan berupa bunga kredit nonperforming secara cash basis.
  • - Fotokopi Tanda Bukti Pembayaran Fiskal Luar Negeri (TBPFLN) dan Rekapitulasi pembayaran Fiskal Luar Negeri tersebut, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak apabila terdapat kredit pajak Fiskal Luar Negeri.
  • - Khusus untuk Kontraktor Production Sharing (Migas) wajib melampirkan Financial Quarterly Report untuk tahun yang bersangkutan.  Lampiran-lampiran lainnya berupa bukti pendukung atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak.
  • - Daftar Nominatif atas pengeluaran biaya promosi, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang mengeluarkan biaya promosi.
  • - Komponen laporan keuangan usaha berbasis syariah yang meliputi Laporan Sumber dan Penggunaan Zakat serta Laporan Sumber dan Penggunaan Dana Kebajikan, wajib dilampirkan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya berbasis syariah.
PERNYATAAN

Beri tanda (X) pada kotak yang tersedia. Isilah selengkapnya tempat dan tanggal pengisian SPT Tahunan serta nama lengkap, NPWP dan tanda tangan pengurus perusahaan yang berwenang. Dalam hal SPT Tahunan diisi oleh Kuasa Wajib Pajak, isilah dengan nama lengkap, NPWP dan tanda tangan Kuasa Wajib Pajak serta dibubuhi cap perusahaan.


Daftar Lampiran SPT 1771: