INDUK SPT 1770

BAGI WAJIB PAJAK YANG MEMPUNYAI PENGHASILAN :

DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS; 

DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA;

YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL; DAN/ATAU DALAM NEGERI LAINNYA/LUAR NEGERI.

TAHUN PAJAK

Diisi pada kotak yang tersedia sesuai dengan Tahun Pajak.

Contoh : Tahun buku 2014

Periode Januari – Desember 0 1 1 4 s.d 1 2 1 4

Kotak SPT Pembetulan diisi dengan tanda silang (X) dan “ke …” diisi dengan angka banyaknya melakukan pembetulan jika Wajib Pajak menyampaikan Pembetulan SPT. Jika Wajib Pajak menyampaikan SPT normal maka kotak SPT Pembetulan dan “ke …” tersebut tidak perlu diisi.

IDENTITAS NPWP

Diisi sesuai dengan NPWP yang tercantum pada Kartu NPWP

NAMA WAJIB PAJAK 

Diisi sesuai dengan nama Wajib Pajak yang tercantum pada Kartu NPWP.

JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS

Diisi sesuai dengan jenis usaha pokok yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara lengkap, misalnya:

Usaha Dagang :

  • - Perdagangan besar pakaian jadi 
  • - Perdagangan eceran kertas 

Usaha Industri :

  • - Industri makanan ternak 

Usaha Jasa :

  • - Jasa persewaan bangunan 

Pekerjaan Bebas :

  • - Dokter 
  • - Notaris 

Pekerjaan :

  • - Pegawai baik pemerintah maupun swasta
KLU

Nomor kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) diisi sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-233/PJ/2012 tentang Klasifikasi Lapangan Usaha Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-321/PJ/2012.

NOMOR TELEPON/FAKSIMILI

Diisi sesuai dengan Nomor telepon/Nomor faksimili tempat usaha/kantor.

STATUS PERPAJAKAN SUAMI-ISTERI

Diisi dalam hal Wajib Pajak telah kawin dengan status perpajakan suami-isteri sebagai berikut:  

  • - KK yaitu suami-isteri yang tidak menghendaki untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan secara terpisah. Isteri dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya menggunakan NPWP suami atau kepala keluarga. 
  • - HB yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena suami-isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim.
  • - PH yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan.
  • - MT yaitu penghasilan suami-isteri dikenai pajak secara terpisah karena dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri.
NPWP ISTERI / SUAMI

Diisi sesuai dengan NPWP isteri atau suami dalam hal Wajib Pajak telah kawin dengan status perpajakan suami-isteri HB, PH atau MT.

PERUBAHAN DATA

Wajib Pajak dapat menyampaikan permohonan perubahan data secara tertulis dengan menggunakan Formulir Perubahan Data Wajib Pajak sesuai Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER20/PJ/2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-38/PJ/2013 dengan dilengkapi dokumen yang disyaratkan, secara terpisah dari pelaporan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi ini.

Yang termasuk dalam perubahan data berupa:

a. perubahan identitas Wajib Pajak orang pribadi;

b. perubahan alamat tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi yang masih dalam wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang sama;

c. perubahan kategori Wajib Pajak orang pribadi berupa:

  • 1) wanita yang telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB); 
  • 2) isteri melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan (PH);
  • 3) isteri memilih menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah (MT); atau
  • 4) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak (WBT); 

d. perubahan sumber penghasilan utama Wajib Pajak orang pribadi.

HURUF A : PENGHASILAN NETO

Angka 1 – PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS

Diisi dari jumlah penghasilan neto yang tercantum pada Formulir 1770-I halaman 1 Jumlah Bagian A atau Formulir 1770-I halaman 2 Jumlah Bagian B Kolom (5).

Angka 2 – PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN

Diisi dari jumlah penghasilan neto yang tercantum pada Formulir 1770-I halaman 2 Jumlah Bagian C Kolom (5). 

Angka 3 - PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA

Diisi dari Formulir 1770–I halaman 2 Jumlah Bagian D Kolom (3). 

Angka 4 – PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI

Diisi dari lampiran tersendiri. Contoh formulir untuk menghitung penghasilan neto dan pajak atas penghasilan yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri adalah sebagai berikut:

PENGHASILAN NETO DAN PAJAK ATAS PENGHASILAN YANG DIBAYAR/DIPOTONG/TERUTANG DI LUAR NEGERI

Formulir di atas diisi dengan rincian bukti pemotongan/pembayaran PPh yang terutang di luar negeri dengan didukung laporan keuangan penghasilan dari luar negeri, fotokopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri, dan fotokopi dokumen pembayaran pajak di luar negeri. Tata cara 29 penghitungan agar mengacu pada Pasal 24 Undang-Undang PPh jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri.

Pengkreditan PPh yang terutang/dibayar di luar negeri terhadap PPh yang terutang di Indonesia adalah mana yang lebih kecil antara jumlah yang sebenarnya atau jumlah tertentu yang dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :

Dalam hal penghasilan yang diterima/diperoleh dari luar negeri berasal dari beberapa negara, maka penghitungan kredit pajak berdasarkan formula tersebut dilakukan untuk masing-masing negara (ordinary credit per country basis). Penghasilan Kena Pajak dalam formula tersebut tidak termasuk Pajak yang bersifat final sebagaimana dimaksud Pasal 4 ayat (2), Pasal 8 ayat (1) dan ayat (4) Undang-Undang PPh.

Cara Pengisian :

  • Kolom 1 diisi dengan nomor urut. 
  • Kolom 2 diisi dengan nama dan alamat pemotong pajak di luar negeri.
  • Kolom 3 diisi dengan jenis penghasilan.
  • Kolom 4 diisi dengan jumlah penghasilan neto yang diterima.
  • Kolom 5 diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar negeri dalam mata uang Rupiah berdasarkan kurs konversi saat tanggal pembayaran/terutangnya pajak.
  • Kolom 6 diisi dengan jumlah pajak yang terutang/dibayar di luar negeri yang dapat di kreditkan sesuai ketentuan PPh Pasal 24 Undang-Undang PPh sebagaimana dijelaskan diatas. 

Contoh penghitungan :

Wajib Pajak X (konsultan, laki-laki, kawin, 2 anak) memperoleh penghasilan neto dalam negeri selama tahun 2014 sebesar Rp250.000.000 dan juga memperoleh penghasilan neto dari Singapura berupa dividen sebesar Rp50.000.000. Pajak yang telah dipotong di Singapura sebesar Rp7.500.000. PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh WP OP Tahun 2014 adalah sebagai berikut:

Keterangan: Dari perhitungan di atas, maka jumlah maksimal PPh Pasal 24 yang boleh dikreditkan adalah sebesar Rp6.936.718 karena jumlah ini lebih kecil dari pajak yang terutang/dibayar di luar negeri, yaitu sebesar Rp7.500.000.

Angka 5 – JUMLAH PENGHASILAN NETO

Bagian ini diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada angka 1 s.d angka 4

Angka 6 – ZAKAT/SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB

Bagian ini diisi jumlah zakat/sumbangan keagamaan yang bersifat wajib atas penghasilan yang menjadi objek pajak yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sesuai dengan bukti setoran yang sah (Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pembebanan Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto serta Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-33/PJ/2011 tentang Badan/Lembaga yang Dibentuk atau Disahkan oleh Pemerintah yang Ditetapkan Sebagai Penerima Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012).

Contoh:

1. Zakat atas penghasilan yang diperoleh dari gaji dan usaha :

Sdr. Ahmad adalah seorang pegawai dengan gaji Rp1.000.000/bulan. Disamping itu dia mempunyai usaha dengan peredaran bruto setahun sebesar Rp7.000.000 (peredaran bruto tahun sebelumnya sebesar Rp5.000.000) dengan mempekerjakan dua orang pegawai, dan digaji masing-masing Rp250.000/bulan dan membayar biaya listrik sebesar Rp25.000/bulan. Penghitungan zakat atas penghasilan: 

Catatan:

1. Zakat yang dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan adalah sebesar Rp285.000.

2. Zakat sebesar Rp17.500 tidak dapat dijadikan pengurang penghasilan karena atas penghasilan dari usaha dikenai pajak yang bersifat final berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

*) Biaya Usaha sebesar Rp6.300.000 terdiri dari : Gaji Pegawai Rp6.000.000 (12 x 2 x Rp250.000) dan Biaya listrik Rp300.000 (12 x Rp25.000)

2. Zakat atas penghasilan yang tidak teratur (hadiah, honor, dll).

Sdr. Muhammad menerima hadiah senilai Rp5.000.000 dan tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang dilakukan.

Perhitungan zakat atas penghasilan :

Penghasilan yang tidak teratur =Rp 5.000.000

Zakat atas penghasilan 2,5 % x Rp5.000.000 =Rp 125.000

Catatan : Penghasilan dari hadiah tersebut tidak termasuk yang dikenakan PPh Final.

Angka 7 – JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT/SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG SIFATNYA WAJIB

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan jumlah angka 5 dengan jumlah angka 6

HURUF B : PENGHASILAN KENA PAJAK
Angka 8 - KOMPENSASI KERUGIAN

Hanya diisi oleh Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. Diisikan di sini jumlah kerugian fiskal yang telah ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk Tahun Pajak 5 (lima) tahun sebelumnya yang belum habis dikompensasikan.

Dalam hal kerugian fiskal tersebut belum ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, diisi dengan kerugian fiskal menurut SPT Tahunan PPh.

Contoh :

Tuan Budiman dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak-nya menggunakan pembukuan, dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000. Dalam 5 (lima) tahun berikutnya rugi laba fiskal Tuan Budiman sebagai berikut :

Rugi fiskal tahun 2009 sebesar Rp100.000.000 yang masih tersisa pada akhir tahun 2014 tidak boleh dikompensasikan lagi dengan laba fiskal tahun 2015, sedangkan rugi fiskal tahun 2011 sebesar Rp300.000.000 hanya boleh dikompensasikan dengan laba fiskal tahun 2015 dan 2016, karena jangka waktu 5 tahun yang dimulai sejak tahun 2012 berakhir pada akhir tahun 2016.

Apabila jumlah kerugian yang dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan berasal dari sisa kerugian beberapa tahun lalu, supaya dibuatkan rincian dalam lampiran tersendiri.

PERHATIAN :

- Apabila jumlah seluruh penghasilan neto pada Angka 5 menunjukkan jumlah nihil atau negatif (minus), maka Angka 7 diisi dengan NIHIL, walaupun sampai dengan Tahun Pajak sebelumnya masih terdapat sisa kerugian tahun-tahun lalu yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan.

- Apabila kerugian fiskal tahun-tahun yang masih dapat dikompensasi dalam Tahun Pajak yang bersangkutan jumlahnya lebih besar dari jumlah penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan, yang diisikan pada Angka 8 paling banyak adalah sebesar penghasilan neto setelah pengurangan zakat atas penghasilan pada Angka 7.

Kerugian yang berasal dari penghasilan yang telah dikenakan PPh bersifat final dan penghasilan yang tidak termasuk objek pajak, serta kerugian usaha/modal di luar negeri tidak boleh dikompensasikan.

(Pasal 4 ayat (1), Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang PPh dan Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang PPh)

Angka 9 - JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 7 dengan jumlah pada Angka 8.

Angka 10 - PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK

Bagian ini diisi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak yang besarnya adalah sebagai berikut:

a. Rp24.300.000 untuk Wajib Pajak.

b. Rp2.025.000 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.

c. Rp24.300.000 tambahan untuk seorang isteri (hanya seorang isteri), yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, misal :

  • c.1. bukan karyawati, tetapi mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas yang tidak ada hubungannya dengan usaha/pekerjaan bebas suami, anak/anak angkat yang belum dewasa. 
  • c.2. bekerja sebagai karyawati pada pemberi kerja yang bukan sebagai Pemotong Pajak walaupun tidak mempunyai penghasilan dari usaha/pekerjaan bebas.
  • c.3. bekerja sebagai karyawati pada lebih dari 1 (satu) pemberi kerja. 

d. Rp2.025.000 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah (misal ayah, ibu atau anak kandung) dan semenda (misal mertua dan anak tiri) dalam garis keturunan lurus, serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga. Saat yang menentukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah awal Tahun Pajak atau saat mulainya menjadi subjek pajak dalam negeri dalam Tahun Pajak. 

e. Warisan yang belum terbagi sebagai Wajib Pajak menggantikan yang berhak tidak memperoleh pengurangan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

Bagi Wajib Pajak yang kawin dengan status perpajakan suami-isteri pisah harta dan penghasilan (PH) atau isteri yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT), Angka 10 baik dalam SPT Tahunan suami maupun isteri diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri. Contoh cara penghitungan dan bentuk lembar penghitungan penghasilan serta PPh Terutang dapat dilihat pada Bagian HURUF C: PPh Terutang di Petunjuk Pengisian ini.

Angka 11 - PENGHASILAN KENA PAJAK

Bagian ini diisi dengan hasil pengurangan pada Angka 9 dengan Angka 10. Apabila hasil pengurangan tersebut menunjukkan jumlah nihil atau negatif, maka Angka 11 diisi dengan NIHIL.

Bagi Wajib Pajak yang kawin dengan status perpajakan suami-isteri pisah harta dan penghasilan (PH) atau isteri yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT), Angka 11 baik dalam SPT Tahunan suami maupun isteri diisi dengan tanda strip (-) dan membuat lembar penghitungan penghasilan serta PPh terutang tersendiri. Contoh cara penghitungan dan bentuk lembar penghitungan penghasilan serta PPh Terutang dapat dilihat pada Bagian HURUF C: PPh Terutang di Petunjuk Pengisian ini.

HURUF C : PPh TERUTANG 
Angka 12 – PPh TERUTANG

Diisi dengan hasil penerapan tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh atas Penghasilan Kena Pajak yang tercantum pada Angka 11. Tarif Pasal 17 Undang-Undang PPh adalah sebagai berikut: 

Contoh :

1. Seorang Wajib Pajak menerima atau memperoleh penghasilan neto dari pekerjaan bebas pada Tahun Pajak 2014 sebesar Rp96.800.000. Wajib Pajak berstatus kawin dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya tidak mempunyai penghasilan sendiri. Penghitungan pajak dengan penerapan tarif tersebut di atas dilakukan sebagai berikut:

2. Seorang Wajib Pajak yang berstatus tidak kawin baru datang dan mempunyai niat menetap di Indonesia untuk selama-lamanya pada awal Oktober 2014 dan menerima atau memperoleh penghasilan dari pekerjaan bebas mulai Oktober s.d. Desember 2014 sebesar Rp10.325.075. Atas penghasilan tersebut, dilakukan penerapan tarif pajak sebagai berikut :

3. Seorang Wajib Pajak dalam tahun 2014 menerima atau memperoleh peredaran bruto dari usaha sebesar Rp4.850.000.000 dan peredaran bruto dari usaha Tahun Pajak 2013 adalah sebesar Rp4.825.000.000. Berdasarkan pembukuan Wajib Pajak, penghasilan neto untuk Tahun Pajak 2014 adalah sebesar Rp219.608.000. Wajib Pajak berstatus kawin pisah harta (PH) dan mempunyai 3 (tiga) orang anak, sedangkan isterinya seorang agen asuransi pada Tahun Pajak 2014 menerima atau memperoleh penghasilan neto sebesar Rp109.192.000. Penerapan tarif untuk masing-masing suami dan isteri adalah sebagai berikut :

4. Dalam hal suami–isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB), PTKP bagi suami dan isteri yang telah hidup berpisah diperlakukan seperti Wajib Pajak tidak kawin (TK), sedangkan tanggungan sesuai dengan kenyataan sebenarnya yang diperkenankan. Contoh perhitungan adalah sebagai berikut:

Seorang Wajib Pajak dalam tahun 2014 menerima atau memperoleh peredaran bruto dari usaha sebesar Rp4.850.000.000 dan peredaran bruto dari usaha Tahun Pajak 2013 adalah sebesar Rp4.825.000.000. Berdasarkan pembukuan Wajib Pajak, penghasilan neto untuk Tahun Pajak 2014 adalah sebesar Rp219.608.000. Wajib Pajak berstatus hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB) dan mempunyai 3 (tiga) orang anak yang semuanya ditanggung suami, sedangkan isterinya seorang agen asuransi pada Tahun Pajak 2014 menerima atau memperoleh penghasilan neto sebesar Rp109.192.000.

Contoh Perhitungan pada nomor 3 di atas dibuat di dalam lembar tersendiri dan sebagai Lampiran di dalam penyampaian SPT bagi Wajib Pajak yang kawin dengan status perpajakan suami-isteri pisah harta dan penghasilan (PH) atau isteri yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT), baik suami maupun isteri.

Contoh lain dalam membuat perhitungan dan contoh lembar perhitungan yaitu sebagai berikut:

Data:

Nama : Hendra Sialagan

NPWP : 08.296.172.2.007.000

Pekerjaan : Dagang Tekstil/Direktur CV Inovasi

Status : Kawin

Tanggungan : 1 orang anak (PTKP K/I/1)

Tahun 2014

Peredaran bruto atau omzet dari usaha dagang tekstil Hendra Sialagan adalah Rp5.000.000.000 dan peredaran bruto tahun pajak 2013 adalah Rp4.850.000.000. Berdasarkan pembukuan, penghasilan neto Tahun Pajak 2014 atas usaha dagang tersebut adalah sebesar Rp500.000.000.

Penghasilan lainnya pada tahun 2014 adalah :

1. Gaji bersih sebagai direktur di CV Inovasi sebesar Rp 44.400.000

2. Keuntungan dari penjualan perhiasan emas sebesar Rp38.000.000 (Hendra Sialagan membeli perhiasan emas seharga Rp40.000.000 dan kemudian dijual seharga Rp78.000.000)

Data tambahan:

Bahwa Hendra Sialagan memiliki isteri bernama Megan Susilawati dan mempunyai NPWP 07.890.123.4.567.000 (NPWP sendiri yang terpisah dengan suami) dan menerima penghasilan neto selama tahun 2014 total sebesar Rp141.000.000 yang berasal dari :

1. Penghasilan sebagai karyawan sebesar Rp129.000.000.

2. Penghasilan dari keuntungan selisih kurs sebesar Rp12.000.000.

Dari data di atas perhitungan PPh bagi Hendra Sialagan dan isterinya Megan Susilawati yang masing-masing memiliki NPWP tersendiri dibuatkan lembar perhitungan sendiri di bawah ini.

Contoh Lampiran Penghitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak yang kawin dengan status perpajakan suami-isteri pisah harta dan penghasilan (PH) atau isteri yang menghendaki untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri (MT):

Angka 13 - PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN

Diisi dengan selisih antara besarnya pajak yang telah dikreditkan dengan besarnya pajak yang dapat dikreditkan di Indonesia setelah adanya pengembalian/pengurangan PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (5) Undang-Undang PPh, yang diterima dalam Tahun Pajak yang bersangkutan sepanjang pengembalian/pengurangan bukan disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan.

Oleh karena PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut semula telah dikreditkan dari PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh, maka dengan pengurangan/restitusi atas PPh yang dibayar/dipotong/terutang di luar negeri tersebut menyebabkan pengkreditan tersebut menjadi lebih besar dari yang seharusnya. Selisih tersebut harus dibayar kembali dengan menambahkan pada PPh terutang dalam tahun ini. 

Contoh :

Tuan Achmad memperoleh penghasilan berupa dividen pada tahun 2013 dari X Ltd di luar negeri sebesar Rp200.000.000 dan dipotong pajak atas dividen sebesar 20% (Rp40.000.000). Penghasilan tersebut telah digabungkan (dilaporkan) dalam SPT Tahunan PPh 2013 dan pajak atas dividen sebesar Rp40.000.000 telah dikreditkan. Namun dalam tahun 2014, Tuan Achmad menerima pengembalian pajak atas dividen tersebut sebesar 5% (Rp10.000.000). Pengembalian pajak di luar negeri sebesar Rp10.000.000 tersebut diisikan dalam angka 13 ini menambah PPh terutang tahun 2014.

Dalam hal pengembalian/pengurangan PPh tersebut disebabkan oleh adanya perubahan penghasilan, maka Wajib Pajak harus memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melakukan pembetulan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak digabungkannya penghasilan tersebut, sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 164/KMK.03/2002 tentang Kredit Pajak Luar Negeri.

Angka 14 – JUMLAH PPh TERUTANG

Diisi dengan hasil penjumlahan dari jumlah pada Angka 12 dengan jumlah angka 13

HURUF D : KREDIT PAJAK
Angka 15 - PPh YANG DIPOTONG/DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG DIBAYAR/ DIPOTONG DI LUAR NEGERI DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH

Diisi dari Formulir 1770 – II Jumlah Bagian A Kolom (7)

Angka 16 - PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI ATAU PPh YANG LEBIH DIPOTONG/ DIPUNGUT

Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada angka 14 dengan jumlah pada angka 15. Beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai.

Angka 17 – PPh YANG DIBAYAR SENDIRI

a. PPh Pasal 25 BULANAN

Diisi dengan jumlah PPh yang telah dibayar sendiri oleh Wajib Pajak selama Tahun Pajak yang bersangkutan berupa PPh Pasal 25 Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk jumlah pelunasan PPh yang terutang berdasarkan penghitungan sementara dalam hal Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan. 

b. STP PPh Pasal 25 (hanya pokok pajak)

Diisi dengan jumlah PPh yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak (STP) untuk Tahun Pajak yang bersangkutan termasuk Surat Tagihan Pajak (STP) PPh Pasal 25 ayat (7) dari Pengusaha Tertentu yang menerima atau memperoleh penghasilan lain yang tidak dikenakan PPh yang bersifat final, tidak termasuk sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.

Angka 18 – JUMLAH KREDIT PAJAK

Diisi dengan hasil penjumlahan huruf a s.d b.

HURUF E : PPh KURANG/LEBIH BAYAR
Angka 19 - PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh PASAL 29) ATAU PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28A)

Diisi dengan hasil pengurangan dari jumlah pada Angka 16 dengan jumlah pada Angka 18. Beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai. Dalam hal tidak terdapat pajak yang harus dibayar, maka cantumkan kata “NIHIL” pada ruang yang harus diisi. Apabila terdapat jumlah pajak yang kurang dibayar, jumlah tersebut harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. Cantumkan tanggal pembayaran tersebut pada tempat yang tersedia

Angka 20 – PERMOHONAN

Hanya diisi apabila terdapat jumlah PPh yang lebih bayar pada 19 b.
Wajib Pajak harus memberi tanda (X) dalam kotak yang tersedia. 
Permohonan ini tidak berlaku apabila kelebihan pembayaran berasal dari PPh yang ditanggung Pemerintah.

Permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak ini diberikan kepada Wajib Pajak dengan kriteria tertentu (Wajib Pajak Patuh). Wajib Pajak Patuh ditetapkan oleh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak bagi Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  • a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; 
  • b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
  • c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
  • d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. 

(Pasal 17C Undang-Undang KUP dan Pasal 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 74/PMK.03/2012 tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak)

Selain kriteria yang diatas dapat juga diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak kepada Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu antara lain:

  • a. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi; 
  • b. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah). 

(Pasal 17D Undang-Undang KUP dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2013 tentang Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Bagi Wajib Pajak yang Memenuhi Persyaratan Tertentu

HURUF F : ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA
Angka 21 - ANGSURAN PPh PASAL 25 TAHUN PAJAK BERIKUTNYA DIHITUNG SEBESAR DIHITUNG BERDASARKAN:

Beri tanda (X) dalam kotak yang sesuai:

  • a. Diisi dengan jumlah angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya yang dihitung 1/12 dari jumlah pada angka 16. 
  • b. Perhitungan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
    Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai satu atau lebih tempat usaha (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak Berjalan yang harus Dibayar Sendiri oleh Wajib Pajak baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak lainnya yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan membuat laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.03/2009 dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010 tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu). 

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib melampirkan Daftar Jumlah Penghasilan dan Pembayaran PPh Pasal 25 dari masing-masing tempat usaha dengan format sesuai Lampiran Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-32/PJ/2010.

c. Penghitungan dalam lampiran tersendiri apabila:

1. Terdapat sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan

1.1. Apabila jumlah sisa kerugian habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan atau Tahun Pajak yang bersangkutan merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi kerugian, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan tanpa memperhitungkan kompensasi kerugian.

Contoh : Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2014:

1.2. Apabila jumlah sisa kerugian tidak habis dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dan Tahun Pajak yang bersangkutan tidak merupakan Tahun Pajak terakhir untuk dapat melakukan kompensasi, sehingga masih terdapat sisa kerugian yang dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung atas dasar penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan dikurangi dengan sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya.

Apabila penghasilan neto Tahun Pajak yang bersangkutan lebih kecil dari sisa kerugian yang masih dapat dikompensasi dengan penghasilan neto Tahun Pajak berikutnya, maka angsuran PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya adalah NIHIL.

Contoh A :

Menurut SPT PPh Tahun Pajak 2014 :

2. Terdapat penghasilan tidak teratur

Penghasilan tidak teratur (tidak termasuk dalam penghasilan teratur) adalah keuntungan selisih kurs dari utang/piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. (Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu)

Apabila terdapat penghasilan tidak teratur dalam Tahun Pajak yang bersangkutan, misalnya penghasilan dari kontrak 2 (dua) mobil, maka angsuran bulanan PPh Pasal 25 Tahun Pajak berikutnya dihitung berdasarkan penghasilan neto seluruhnya dikurangi dengan penghasilan tidak teratur tersebut.

3. Terdapat Pembayaran Zakat atas Penghasilan

Dalam hal terdapat zakat atas penghasilan yang nyata-nyata di bayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, terdapat hal-hal tertentu (terdapat sisa kerugian tahun sebelumnya yang dikompensasikan atau terdapat penghasilan tidak teratur), maka penghitungan angsuran PPh pasal 25 mengikuti pola penghitungan sebagaimana contoh penghitungan angsuran PPh Pasal 25 sebelumnya dengan memperhitungkan zakat atas penghasilan yang telah dibayarkan.

Perhatian :

1. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dapat berubah sesuai dengan perubahan yang terjadi atas dasar penghitungan angsuran PPh Pasal 25 dalam Tahun Pajak berjalan. 

2. Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan dapat dibayar di muka sekaligus berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-13/PJ.23/1989 tentang Penyetoran Dimuka PPh Pasal 25 Sekaligus Untuk beberapa Bulan.

HURUF G: LAMPIRAN

Selain Formulir 1770-I sampai dengan 1770-IV (baik yang diisi maupun yang tidak diisi) harus dilampirkan pula :

a. Surat Kuasa Khusus jika SPT Tahunan ini ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak (Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang KUP);

b. Surat Setoran Pajak PPh Pasal 29 Tahun Pajak yang bersangkutan, yaitu pelunasan PPh yang kurang dibayar pada Angka 19 (Pasal 29 Undang-Undang PPh);

c. Neraca dan Laporan Laba Rugi Tahun Pajak yang bersangkutan bagi Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan atau rekapitulasi bulanan peredaran/penerimaan bruto dan biaya bagi Wajib Pajak yang memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (Pasal 28 UndangUndang KUP). Rekapitulasi biaya harus dilampirkan jika terdapat penghasilan lain dari luar kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas yang merupakan objek pajak yang tidak dikenai pajak bersifat final. Bentuk rekapitulasi bulanan tersebut dapat dilihat pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-4/PJ/2009 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pencatatan Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi.

d. Perhitungan kompensasi kerugian bagi Wajib Pajak yang melaporkan adanya kompensasi kerugian. (Lihat contoh perhitungan kompensasi kerugian);

e. Bukti Pemotongan/Pemungutan oleh Pihak lain/Ditanggung Pemerintah dan Yang Dibayar/ Dipotong di Luar Negeri;

f. Fotokopi;

  • - Formulir 1721-A1 (Formulir Penghasilan dan Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap atau Penerima Pensiun atau THT/JHT) dan/atau; 
  • - Formulir 1721-A2 (Formulir Penghasilan dan Penghitungan PPh Pasal 21 Pegawai Negeri Sipil, Anggota TNI/Polri, Pejabat Negara, dan Pensiunannya);
  •  

g. Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 tahun berikutnya;

h. Diisi lampiran-lampiran berupa bukti pendukung atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak seperti contoh pada huruf l di bawah;

i. Penghitungan PPh terutang bagi Wajib Pajak dengan status perpajakan suami-isteri PH atau MT (Contoh Lampiran dapat dilihat pada halaman 35, bagian Induk SPT HURUF C: PPh Terutang, di Petunjuk Pengisian ini);

j. Daftar jumlah penghasilan dan pembayaran PPh Pasal 25 wajib dilampirkan oleh orang pribadi pengusaha tertentu;

k. Daftar Jumlah Penghasilan Bruto dan Pembayaran PPh Final berdasarkan PP 46 Tahun 2013 per Masa Pajak dan per Tempat Usaha(Contoh dapat dilihat pada halaman 20 di Petunjuk Pengisian ini);

l. Diisi lampiran-lampiran berupa bukti pendukung atau untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak, misalnya:  

  • - Fotokopi Bukti Setoran Zakat dan Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama; 
  • - Fotokopi Ijin Kerja Tenaga Asing (IKTA) yang masih berlaku untuk WP orang asing; 
  • - Fotokopi Surat Keterangan Penghasilan (Certificate of Income) dari perusahaan induk untuk WP orang asing.
  •  

Catatan :

  • - Berilah tanda (X) dalam kotak yang sesuai.
  • - Di sebelah kanan atas dari setiap lampiran tambahan supaya ditulis Lampiran.
  • - Apabila tempat yang tersedia untuk mengisi lampiran tidak mencukupi maka dapat dibuat lampiran tambahan.
  •  

PERNYATAAN

Pernyataan ini dibuat, sehubungan dengan jaminan akan kebenaran dan kelengkapan pengisian SPT Tahunan ini. Apabila ternyata SPT ini diisi dengan tidak benar dan/atau tidak lengkap, Wajib Pajak akan dikenai sanksi-sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sehubungan dengan itu, Wajib Pajak yang bersangkutan atau kuasanya wajib menandatangani dan membubuhkan nama lengkap, NPWP yang bersangkutan serta mencantumkan tempat, tanggal, bulan, dan tahun diisinya SPT Tahunan ini pada tempat yang sudah tersedia. Berilah tanda (X) dalam kotak yang sesuai.


Daftar Lampiran SPT 1770: